Bagaimana Hukumnya Jika Zakat dari Harta Haram?

Kamis, 21 Mei 2020

Nusaperdana.com - Umat Islam diwajibkan membayar zakat untuk harta yang dimiliki, apabila sudah memenuhi nishab atau ukuran tertentu.

Zakat selain bermakna tumbuh dan berkembang secara bahasa, juga bisa bermakna menyucikan. Hal ini terlihat dari surah ash-Syams ayat 9, Qad aflaha man zakkaha, (beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa).

Lalu bagaimana hukum zakat dari harta yang haram? Ustadz Fauzi Ahmad Qosim dari Dompet Dhuafa menyebutkan, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwa No 13 Tahun 2011 juga menegaskan bahwa harta haram tidak menjadi objek wajib zakat. Ketentuan Hukum dalam fatwa tersebut menyebutkan:

1. Zakat wajib ditunaikan dari harta yang halal, baik hartanya maupun cara perolehannya.

2. Harta haram tidak menjadi obyek wajib zakat.

3. Kewajiban bagi pemilik harta haram adalah bertaubat dan membebaskan tanggung jawab dirinya dari harta haram tersebut.

4. Cara bertaubat sebagaimana dimaksud angka 3 adalah sebagai berikut:

a. Meminta ampun kepada Allah, menyesali perbuatannya, dan ada keinginan kuat (‘azam) untuk tidak mengulangi perbuatannya;

b. Bagi harta yang haram karena didapat dengan cara mengambil sesuatu yang bukan haknya, seperti mencuri dan korupsi, maka harta tersebut harus dikembalikan seutuhnya kepada pemiliknya. Namun, jika pemiliknya tidak ditemukan, maka digunakan untuk kemaslahatan umum.

c. Bila harta tersebut adalah hasil usaha yang tidak halal, seperti perdagangan minuman keras dan bunga bank, maka hasil usaha tersebut (bukan pokok modal) secara keseluruhan harus digunakan untuk kemaslahatan Umum.

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah: 267)