
Nusaperdana.com, Kampar,– Tuntutan 3 tahun penjara yang dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Rorensius Siregar dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang, Kabupaten Kampar, Riau, menuai reaksi keras dari pihak keluarga. Mereka menilai tuntutan tersebut tidak adil dan mengabaikan fakta bahwa terdakwa justru merupakan korban.
Sidang yang digelar baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah abang kandung terdakwa, Raman Saputra Siregar, secara terbuka menyatakan keberatan atas tuntutan JPU yang dinilainya terlalu berat dan tidak manusiawi.
“Adik saya bukan pembunuh. Adik saya korban. Dia membeli buah, tidak tahu itu hasil curian. Sekarang malah dituntut tiga tahun penjara,” tegas Raman di hadapan awak media usai persidangan.
Menurut keluarga, perkara ini bermula saat Rorensius membeli buah sawit yang belakangan diketahui diduga berasal dari perusahaan PT KIS, yang lokasinya juga diduga berada dalam kawasan hutan di wilayah Kecamatan Tapung Hilir. Namun, keluarga menegaskan Rorensius tidak memiliki pengetahuan bahwa buah tersebut bermasalah secara hukum.
“Kalau memang itu kawasan hutan dan bermasalah, kenapa rakyat kecil yang jadi sasaran? Kenapa perusahaan besar tidak disentuh?” ujar Raman dengan nada geram.
Pihak keluarga menilai penegakan hukum dalam kasus ini tajam ke bawah, tumpul ke atas. Mereka menyebut Rorensius hanyalah korban dari sistem dan kekacauan tata kelola kawasan, namun justru harus menanggung risiko hukum paling berat.
Dalam kesempatan tersebut, keluarga juga meminta Majelis Hakim PN Bangkinang agar dalam putusan yang akan dibacakan pada sidang vonis mendatang, memberikan keringanan.
“Kami mohon kepada hakim, lihat fakta dan rasa keadilan. Jangan hukum orang kecil yang hanya berusaha mencari nafkah,” pintanya.
Tak hanya itu, keluarga Rorensius juga mendesak Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2025, agar segera turun tangan menertibkan kawasan hutan yang diduga dikuasai PT KIS.
“Kalau negara serius menertibkan kawasan hutan, tertibkan dulu perusahaan-perusahaan yang bermain di sana. Jangan rakyat kecil yang dikorbankan,” tegas Raman.
Kasus ini dinilai sebagai potret buram penegakan hukum di sektor sumber daya alam, di mana masyarakat kecil kerap menjadi korban, sementara persoalan besar di balik konflik kawasan hutan belum tersentuh secara tuntas.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Jaksa Penuntut Umum maupun PT KIS belum memberikan tanggapan resmi terkait keberatan keluarga terdakwa dan desakan penertiban kawasan hutan tersebut.