Warga Kampung Olak Centai Gugat Pejabat Meranti di PN Bengkalis Permasalahan Sengketa Lahan

Kamis, 04 Desember 2025

Nusaperdana.com,Bengkalis--Warga Kampung Olak Desa Centai, Kecamatan Merbau, Bai H Rozali,  menggugat oknum pejabat Kabupaten Kepulauan Meranti atas dugaan melawan hukum terkait sengketa lahan miliknya di Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis, Kamis (4/12/2025)

Gugatan Perdata Nomor Perkara: 76/Pdt.G/2025/PN Bls, sudah digelar sidang perdananya di PN Bengkalis di Meranti pada tanggal 20 November 2025. Namun sidang perdana tersebut, ditunda oleh majelis hakim, karena para pihak tidak hadir.

Bahkan pada sidang kedua yang digelar di PN Bengkalis, pada Kamis (4/12/2025) sidang kembali ditunda, karena satu orang tergugat tidak hadir dan sidang akan digelar pekan depan di Kantor PN Bengkalis di Meranti.

Gugatan tersebut ditujukan kepada Sudandri bin Jauzah, yang waktu itumenjabat sebagai Asisten I Bidang Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti, serta beberapa pihak lainnya yang turut disebut sebagai tergugat II, tergugat III, dan turut tergugat.

Dalam perkara ini, penggugat menguasakan kepada pengacara kondang Dr HM Yusuf Daeng, SH MH PhD bersama Herianto SH MH dan Novitasari SH, sebagai kuasa hukum resmi. Kantor hukum para kuasa hukum tersebut berkedudukan di Jalan Jenderal Sudirman No.123, Mall Pekanbaru Lantai II, Kota Pekanbaru.

Berdasarkan berkas gugatan, perkara ini bermula dari sengketa kepemilikan dan penguasaan tanah di wilayah Desa Centai, Kecamatan Pulau Merbau, yang sejak tahun 1974 telah dikelola oleh penggugat, Bai H Rozali.

Lahan seluas 79.401,5 meter persegi tersebut, sudah ditanami berbagai jenis pohon, antara lain durian, manggis, duku, dan rumbia atau sagu. Menurut penggugat, tanah tersebut merupakan harta warisan turun-temurun dari orang tuanya, H Rozali bin Shaleh, yang telah dikuasai keluarganya.

Namun, pada tahun 2024 lalu, pihak tergugat I, Sudandri bin Jauzah, diduga telah mengeluarkan surat perintah atau kuasa untuk melakukan penebangan terhadap pohon sagu di atas lahan seluas 79.401,5 meter persegi, yang secara fisik dikuasai oleh penggugat.

Tindakan tersebut, menurut pihak penggugat, tanpa dasar hukum yang sah, dan menimbulkan kerugian materiil yang ditaksir mencapai Rp160 juta, serta mengganggu kontrak penjualan hasil sagu yang telah lebih dahulu dilakukan oleh penggugat dengan pihak ketiga.

Kuasa hukum penggugat, Yusuf Daeng usai sidang di PN Bengkalis mengatakan, bahwa perbuatan tergugat telah memenuhi unsur Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan KUHP Pasal 406 ayat(1) tentang perbuatan melawan hukum, bahkan memiliki indikasi pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait perusakan dan penyerobotan lahan milik orang lain.

“Tindakan tergugat jelas bertentangan dengan asas kepatutan, keadilan, dan kepemilikan yang sah menurut hukum. Klien kami memiliki bukti historis dan yuridis yang kuat atas penguasaan lahan tersebut,” ujar Yusuf Daeng.

Dalam berkas perkara, penggugat melampirkan sejumlah alat bukti otentik, antara lain, Gran Nomor 188 atas nama Shaleh, tertanggal 1320 Hijriah. Sket gambar Gran 188 atas nama yang sama, bertahun 1929. Gran Dusun Rumbia Terap atas nama Nertam, tahun 1298 Hijriah. Sket kasar tanah tahun 1990 yang menunjukkan batas dan penguasaan lahan oleh Bai H Rozali.

"Bukti-bukti historis tersebut, yang sebagian ditulis dalam aksara Arab Melayu, telah diterjemahkan secara resmi oleh ahli bahasa dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning, Ridwan SAg MSy untuk memastikan keabsahan dan makna yuridis dokumen tersebut," jelas Yusuf Daengm

Ia menyebutkan, karena upaya hukum dan mediasi gagal. Karena sudah berulang kali dimediasi baik di tingkat Pemerintah Desa Centai maupun di Kecamatan Pulau Merbau, namun tidak menghasilkan penyelesaian. Karena itu, penggugat memutuskan untuk menempuh jalur hukum perdata, sekaligus mempersiapkan langkah hukum pidana apabila terbukti terdapat unsur pelanggaran yang lebih serius.

“Kasus ini telah berlangsung lama, bahkan lintas generasi. Klien kami adalah masyarakat adat setempat yang memiliki dokumen kepemilikan turun-temurun. Kami meyakini kebenaran dan kepemilikan tersebut dapat dibuktikan di hadapan majelis hakim,” tegas Dr Yusuf Daeng.

Proses persidangan dan tanggapan publik hingga berita ini diturunkan, pihak tergugat belum memberikan keterangan resmi atas gugatan yang diajukan. Berdasarkan informasi dari Pengadilan Negeri Bengkalis, perkara ini saat ini masih dalam tahap pemeriksaan administrasi dan verifikasi berkas.

Perkara ini menarik perhatian publik, lantaran melibatkan pejabat aktif Pemkabn Kepulauan Meranti serta menyangkut hak kepemilikan tanah masyarakat lokal, yang telah dikelola selama lebih dari lima dekade. 

Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan adil, transparan, dan berlandaskan asas supremasi hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan.

Perkara gugatan Nomor 77/Pdt.G/2025/PN Bls, sebagai penggugat bernama Bai H Rozali sebagai tergugat 1 Remi (41) tergugat 2 Wisandi (46) Satriadi SH MH (39) sebagai turut tergugat 1. Ketiganya beralamat di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang akan digelar sidang kembali pada tanggal 11 Desember 2025 di Selatpanjang, Kepulauan Meranti.

Berdasarkan surat kuasa NO: 370/SKK-YD/X/2025 di Pengadilan Negeri Bengkalis. Kronologi kasus bermula pada awal 2006 ketika penggugat dan istrinya, Rogiyah, melakukan perundingan jual beli 300 batang rumbia tua dengan Wisandi (Tergugat 2). 

Transaksi pertama berjalan lancar melalui perantara Sdr. Rusmin pada akhir 2006. Pada 15 November 2008, dilakukan penghitungan batang rumbia yang telah ditebang sebanyak 328 batang dengan disaksikan beberapa pihak termasuk manager dan buruh penebang dari para tergugat.

Kemudian pada 10 Januari 2009, ditandatangani Surat Keterangan Jual Beli Batang Rumbia Tua dengan kesepakatan, penggugat menerima uang muka Rp18 juta. Jumlah batang rumbia 300 batang. Harga per batang Rp60 ribu dengan total nilai transaksi Rp18 juta.

Menurut gugatan yang ditangani kuasa hukum Dr HM Yusuf Daeng dan rekan, sejak 14 Juni 2011 penggugat berulang kali meminta para tergugat menebang batang rumbia sesuai perjanjian, namun selalu ditolak dengan berbagai alasan. Yakni pada Juni 2011 ditolak dengan alasan sagu dalam keadaan banyak.

Pada Maret 2013, ditolak dengan alasan uang dari Jawa belum keluar. Sedangkan  2015 ditolak dengan alasan sagu di kilang masih banyak.

Juni 2018, ditolak dengan tegas tanpa alasan. Sedangkan Februari 2022 juga ditolak karena kuasa hukum tergugat menyatakan penebangan akan menimbulkan masalah.

Akibat penolakan berkepanjangan ini, batang rumbia mengalami kerusakan karena melewati usia panen optimal (lebih dari 8 tahun setelah panen) sehingga kehilangan nilai ekonomis.

Pemaksaan Penandatanganan Jaminan Tanah

Sedangkan pada tanggal 14 Juni 2013, penggugat dipaksa menandatangani kwitansi jaminan atas hutang sebesar Rp39 juta dengan jaminan  Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) tertanggal 18 Maret 2006. Tergugat menekan penggugat dengan dalih tidak mampu membayar hutang, padahal hutang tersebut seharusnya dilunasi melalui hasil panen batang rumbia.

Penggugat mendalilkan surat pernyataan jaminan tanah berupa kebun karet seluas 4 jalur sekitar 2 hektar, dan suratnya masih di pegang Tergugat sebagai jaminan, dan dibuat dalam keadaan tertekan (dwang) dan tidak mencerminkan kesepakatan bebas, sehingga bertentangan dengan syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 jo. Pasal 1321 KUHPerdata.

Pada 28 September 2025, Satriadi (turut tergugat 1) bersama beberapa orang mendatangi rumah penggugat untuk menagih hutang dengan jaminan SKGR. Kemudian pada 16 Oktober 2025, di sebuah warung yang di hadiri oleh Bai H Rozali, Istri dan anak penggugat serta tim kuasa hukum dari penggugat yaitu Dr.HM Yusuf Daeng, Novita Sari, Sri Haryani saat penggugat beritikad baik untuk bermusyawarah, Turut tergugat 1 justru memaksa penggugat melunasi hutang dan mengancam akan membalik nama sertifikat dan melaporkan ke polisinjika tidak dilunasi. 

Kuasa hukum mengaku sebagai pegawai PPPK di Kantor Bupati Meranti bagian hukum, LBH, pengacara dan paralegal tapi tidak bisa menunjukan buktinya, ia juga mengatakan cepatlah selesaikan dan kembalikan uang kliennya. Saat anak penggugat menjelaskan duduk perkara saudara satriadi mengatakan “Kamu tau apa kamu masih anak anak”.

Yusuf Daeng mengatakan, sepatutnya saudara Satriadi tidak boleh emosional. Karena dalam Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) Pasal 4 huruf h KEAI: "Advokat tidak dibenarkan melakukan tindakan atau mengeluarkan kata-kata yang dapat menjatuhkan kehormatan atau martabat kliennya." 

Artinya, seorang advokat wajib menjaga martabat dan nama baik klien, baik di dalam maupun di luar pengadilan, termasuk di hadapan kuasa hukum pihak lawan.

Adanya unsur ancaman akan di laporkan ke polisi membuat Bai H Rozali merasa trauma, karena pada tahun 2015 Bai H Rozali pernah ditahan di Polres Kepulauan Meranti selama 23 hari Kemudian dikeluarkan dengan status hukum yang tidak jelas dan tidak terbukti pidananya. 

Atas ancaman tersebut, penggugat menuntut ganti rugi moril sebesar Rp20 juta kepada Turut Tergugat 1.

Kerugian Materiil Rp 750 Juta,Kuasa hukum penggugat menghitung kerugian materiil berdasarkan: Periode 2009-2025 (16 tahun) Siklus panen rumbia: setiap 2 tahun sekali.

Hasil panen setiap periode 300 batang

Jumlah periode panen yang terlewat: 8 periode. Total batang yang tidak dapat dipanen dan mati 1.500 batang, dengan estimasi harga per batang saat ini Rp500 ribu, dengan total kerugian Rp750 juta.

Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan perlindungan hukum bagi petani, dalam transaksi jual beli hasil pertanian, khususnya komoditas sagu yang menjadi salah satu mata pencaharian penting di wilayah Riau.(Donni)