Menyorot Realitas Seni Di Kota Bersama, Ini Kata Riwan Gahardika


Nusaperdana.com, Kuala Tungkal - "Seni merupakan elemen penting dalam kehidupan", itulah dasar falsafah Riwan Gahardika, S.Sn selaku penggiat seni lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Pandang Panjang.

Bagi Riwan, kita (manusia) selalu melibatkan unsur kesenian dalam hidup "sejak mata mekarkan kelopaknya hingga mengatup kembali tanpa kata". Ada seni dalam berpakaian, berbicara, berbahasa, bersikap, bahkan memproduksi seni itu sendiri. Terserah kita, sadar atau tidak akan hal itu.

Namun disini (Kota Bersama) Riwan melihat hal yang berbeda. Seni di negeri pesisir ini hanya hiburan, pajangan, bahkan bahan tertawaan.

Seni yang merupakan bagian dari produk mulia kebudayaan tidak mendapat tempat, aku takut nantinya "Salam Budaya" berubah menjadi "Wassalam Budaya", katanya.

Ada orang atau kelompok yang susah payah menempah diri agar bisa menjaga budaya, tapi sangat sulit diterima sebagai profesi, bahkan sekedar dianggap basa-basi oleh kelompok penguasa yang tak jelas jati diri.

Bagaimana dengan kata "seniman"?

Apakah penggiat seni bisa dikatakan begitu?

Apakah pemberi wadah bisa dikatakan begitu?

Apakah pemberi lowongan pekerjaan hingga akhirnya pelaku seni itu hidup untuk waktu yang lama bisa juga dikatakan begitu?

Apakah pengamat seni juga bisa dikatakan begitu?

Apakah hanya sebatas penikmat juga bisa dikatakan sebagai seniman?

Tak kau lihat dari pertanyaan yang ku lontarkan itu? bahwa kami masih punya fikiran, yang selama ini dikira hanya mengaruk dengan kata, menghibur dengan nada, bertatakrama dengan raga, mengotor dengan rupa.

Saudara, sebenarnya yang paling diharapkan dari semua itu adalah: karya seni, edukasi seni, penelitian seni, kerja sama lintas element seni, dan yg terpenting konsistensi dalam berkesenian itu sendiri.

Jelas sudut pandang berbeda, dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman, bahkan dimana kita berproses untuk hidup. 

Ini era kolaborasi, tahan sedikit ego untuk tunjukan diri sendiri, karena kita sepakat dengan tujuan "bangga dan harumkan tanah kelahiran ini".

Kita bukan berlawanan, kita hanya kurang waktu untuk duduk bersamaan, kita hanya beda cara dalam menyampaikan pesan. Tapi ingatlah, tujuan kita bukan sekedar kata "mapan" karena dibelakang kita masih ada kawan, harapan, garapan, bahkan iman.

Kita satu tujuan. (AS)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar