Nusaperdana.com, Indragiri Hilir - Suasana lindap beberapa waktu belakangan senantiasa menemani pagi. Keringat sehabis berolahraga tak lagi membasahi pipi, ketika berlari di jalan nan sepi di sekitar kawasan Kota Tembilahan, Ibukota Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Pusing, tenggorokan kering, terasa cukup menyiksa. Tak ada lagi udara segar. Suara kendaraan melintas jarang terdengar, yang ada hanya jarak pandang terbatas. Semua karena kabut asap tebal. [caption id="attachment_4737" align="aligncenter" width="700"] Asap tebal di pagi hari 'menyelimuti' Kota Tembilahan, Ibukota Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.[/caption] Pada medio tahun 2019, kebakaran hutan dan lahan yang melanda sejumlah daerah di Provinsi Riau, telah menimbulkan efek negatif berupa kabut asap yang menyelimuti hampir seluruh kabupaten / kota, termasuk Kabupaten Indragiri Hilir. Berdasarkan catatan yang dirilis Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Agustus lalu, luas lahan yang terbakar di sepanjang tahun 2019 telah mencapai 388,6 hektare. Angka itu diprediksi akan meluas lantaran titik api masih terpantau. Merujuk data per 9 September 2019, 185 titik panas dengan tingkat confidence lebih dari 70 persen sebanyak 177 titik yang berarti adalah titik api, terdeteksi di Kabupaten Indragiri Hilir melalui citra satelit. Jumlah tersebut naik drastis dibandingkan Agustus sebanyak 51 titik. Dengan banyaknya jumlah titik api, maka tidak salah jika Kabupaten Indragiri Hilir ‘dinobatkan’ sebagai penyumbang terbesar asap di Riau. Banyak “korban” berjatuhan, jatuh sakit akibat menghirup asap yang berdampak buruk bagi kesehatan bahkan cenderung membahayakan. Tidak sedikit warga yang mesti dirawat karena gangguan pernapasan, entah itu di puskesmas maupun rumah sakit. Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir melaporkan, selama bulan Agustus 2019 ada 1.614 orang penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA, 7 orang mengidap Pneumonia atau paru-paru basah dan 161 orang terserang asma. Itu belum termasuk data yang dihimpun oleh Rumah Sakit Puri Husada Tembilahan sebanyak 23 orang ISPA dan 114 asma. Rinalgi Arfanullah, 19 tahun, sampai saat ini tak sadarkan diri di ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Puri Husada Tembilahan. Dia didiagnosa mengidap Pneumonia, gangguan pernapasan akut. Dugaan sementara, sakit yang diderita pemuda asal Kelurahan Sungai Salak, Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir ini adalah disebabkan oleh asap. “Dia (Rinalgi, red) pulang ke Tempuling. Di rumah merasa badannya meriang,” kata Mastur (43), paman Rinalgi mengawali kisahnya, Kamis, 13 September 2019. “Sudah dibawa ke Puskesmas (Tempuling, red) berobat. Pulang agak mendingan. 2 hari bisa main sama adiknya,” imbuh Mastur. Dua hari merasakan pulih, Rinalgi yang diketahui merupakan seorang mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi di Pekanbaru ini, tidak dapat dibangunkan oleh sang adik dikala tertidur pada malam berikutnya. “Jadi, tidur kemarin malam, pas Dia mendengkur kata adiknya, dibangunkan. Dibangunkan langsung gak bisa bergerak Dia,” ujar Mastur yang didampingi oleh pria yang juga adalah Paman Rinalgi dan sepupunya. Dari mulut Rinalgi, diungkapkan sang paman, keluar dahak. Mengetahui ada yang salah dengan Rinalgi, pihak keluarga bergegas membawanya ke Puskesmas Tempuling. Sesampainya di puskesmas, Dokter yang bertugas menyarankan agar Rinalgi dirujuk ke rumah sakit. “Itu lah, langsung masuk ICU. Dari jam 4 subuh semalam (12 September, red) sampai sekarang tidak ada perubahan,” jelas Mastur. [caption id="attachment_4738" align="aligncenter" width="4608"] Rinalgi Arfanullah (19), terbaring tak sadarkan diri di ruang ICU RSUD Puri Husada, Tembilahan, Kamis (12/9/2019).[/caption] Kepiluan amat sangat terasa ketika memasuki ruang ICU. Raut wajah sedih tidak dapat ditutupi Cainun, wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu Rinalgi. Di luar ruangan, sesosok pria bertubuh gemuk tampak tersandar lemah sembari termenung. Dia adalah Maspar, ayah Rinalgi. Rinalgi adalah satu dari sejumlah korban asap yang berkepanjangan ‘mengepung’ Kabupaten Indragiri Hilir. Masih banyak di luar sana “Rinalgi-rinalgi” lain yang mengalami penderitaan serupa. Berdasarkan buku yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam buku “Lindungi Diri dari Bencana Kabut Asap” yang diterbitkan, asap dari kebakaran hutan dan lahan memiliki kandungan zat berbahaya bagi kesehatan. Semenjak asap menyelimuti Kabupaten Indragiri Hilir, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) terus bergerak naik. ISPU di Kabupaten Indragiri Hilir bahkan menyentuh angka 200, yang berarti kualitas udara “Sangat Tidak Sehat”. Dengan level polusi udara seperti itu, bukan tidak mungkin bagi Rinalgi juga warga lainnya merasakan langsung dampak negatif dari asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Akhir-akhir ini, asap telah menjadi ‘momok’ menakutkan bagi masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir. “Kehadiran” asap tak lagi memberikan ruang untuk bernafas lega. Fenomena asap pada tahun 2019, seolah mengulang kisah kelam tahun 2015 silam yang turut menyita perhatian dunia. Penulis: Dedek Pratama



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar