Dana Jaminan Reklamasi Perusahaan Tambang Jadi Lahan Korupsi? Ansar Dilaporkan


Nusaperdana.com, Bintan - Luar Biasa, 8 Perusahaan Dicairkan DJPL Tanpa Berita Acara
– Syarat Mutlak Izin Pertambangan Harus Menunjukan Bukti Penyetoran DJPL Baru Izin Bisa Diterbitkan
– Kehancuran Kinerja Birokrasi & Kerugian Negara Zaman Ansar Menjabat Bupati, Buktinya?
Dinilai Ada Indikasi Penyalagunaan Jabatan Mencairkan DJPL Tabrak Aturan Rugikan Negara

Indikasi kantong besar praktek tindak pidana korupsi yang merugikan negara ratusan miliar rupiah di Pemkab Bintan masa Bupati Ansar Ahmad mulai terkuak. Terkait Dana Jaminan Pengelolaan Lahan (DJPL) dari perusahaan pertambangan, yang saat ini menjadi sorotan tajam di berbagai elemen masyarakat, dibuktikan dengan berujungnya Ansar dilaporan ke KPK dan Mendagri RI.

Koordinator Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKN) Yenny, kepada kepada KepriNews.co, Jumat (20/11/2020), mengapresiasikan organisasi masyarakat pelapor dana DPJL yang menguap tanpa jejak, bahkan telah menjadi temuan BPK sejak tahun 2016 dan temuan hasil supervisi KPK RI 2018.

Definisi temuan audit keuangan negara secara garis besar dinyatakan, bahwa pernyataan dari instansi terkait pengurusan izin tambang Bintan dan pimpinan daerah, tidak dapat memberikan bukti dokumen laporan pencairan DPJL sesuai mekanis prosedur, bahkan 38 perusahaan tidak bisa dipertanggungjawabkan dan mengetahui keberadaan dana di simpan. Aneh?

Terlihat jelas indikasi penyelewengan anggaran jaminan reklamasi dijadikan lahan besar korupsi. Beberapa poin yang akan kita lihat dimana indikasi korupsi itu dimainkan. Mari kita ulas bersama. Dan ini bukan pesanan politik. Korupsi itu tetap korupsi dan politik itu tetap politik. Walaupun di momen menjelang Pilkada, itu bukan berarti masyarakat berhenti untuk turut mengawasi dan melaporkan indikasi korupsi yang ditemukan,” pungkasnya.

Dipaparkan Yenny, ketentuan jaminan reklamasi itu merupakan dana yang di tempatkan oleh perusahaan untuk meyakinkan pemerintah daerah pada pelaksanaan reklamasi pasca tambang. DJPL itu, merupakan suatu jaminan untuk wajib reklamasi. Ketika perusahaan tersebut tidak melakukan kewajiban reklamasi sebagai ketentuan dalam perjanjian izin tambang, maka pemerintah bisa menggunakan jaminan dana itu sebagai ganti tanggung jawab kegiatan reklamasi ke pihak ketiga.

Sekalipun perusahaan melakukan kewajiban reklamasi, namun kegiatan tersebut tidak mencapai ketentuan spesifikasi reklamasi, atau pencapaian yang ditentukan tidak terpenuhi, maka DJPL itu tidak dapat dicairkan. Artinya, perusahaan yang tidak memenuhi kriteria keberhasilan pelaksanaan reklamasi berdasarkan evaluasi laporan atau penilaian lapangan, bupati dan instansi yang berkompeten tidak boleh menyetujui rekom pencairan.

Suatu kewajiban pemerintah mencari pihak ketiga melakukan pencapaian reklamasi berdasarkan ketentuan perjanjian awal, termasuk kriteria penilaian dengan bukti lokasi, luas area yang direklamasi-revegetasi.

Hal ini meliputi, jumlah dan jenis tanaman yang ditanam, tingkat penutupan lahan, tingkat pengelolaan/pengendalian erosi, tingkat pengelolaan air asam tambang
dan tingkat pengelolaan air permukaan/run off.

Kesimpulannya, lahan pasca tambang harus terlihat jelas kembali seperti semula, walaupun itu tidak seperti pada kondisi awal. Secara teoritis, tata kelola keuangan mekanisme pencairan DPJL pastinya memiliki dokumentasi hasil evaluasi lapangan yang jelas.

Fakta keberhasilan pelaksanaan reklamasi disimpulkan dari tingkat keberhasilan (berkaitan dengan besaran jaminan reklamasi yang dapat dicairkan) dilengkapi persyaratan/ketentuan yang jelas. “Tidak ada pencairan DPJL tidak dibuktikan sertai dan dibuktikan dengan dokumen yang jelas sesuai standar spesifikasi ketentuan kualitas reklamasi (pemulihan kembali) yang dibuktikan secara administrasi dan fakta lapangan.

Luar Biasa, 8 Perusahaan Dicairkan DJPL Tanpa Berita Acara

Dijelaskan Yenny, yang namanya keuangan, itu sejalan dengan dokumen berita acara. Mekanisme pencairan DJPL yang terjadi di Kabupaten Bintan saat itu menabrak aturan. Kewenangan pemerintah Kabupaten Bintan pada waktu itu, dalam hal ini, Bupati Bintan yang diimplememtasikan oleh dinas Pertambangan, terdapat penyelewengan jabatan dengan mencairkan dana jaminan yang tidak memiliki dokumen persyaratan pencairan.

Artinya ada indikasi pencairan DJPL, diduga dilakukan oleh oknum pejabat dengan cara pemalsuan identitas mengatasnamakan perusahaan penjamin. Pada hal sangat jelas prosedur untuk pencairan dana tersebut. Di luar prosedur pencairan, apa lagi bukti rekening koran telah terjadi pencairan, dengan tidak memiliki dokumen ini bermuara pada penyelewengan jabatan yang telah mengeluarkan rekom pencairan yang menabrak aturan dan larangan UU.

Berdasarkan hasil audit, disimpulkan terdapat penarikan DJPL sebesar Rp21 miliar lebih oleh 8 perusahaan tambang tanpa berita acara termasuk bukti dokumen lapangan. Dikembangkan lagi dengan hasil dokumen print out rekening koran, terdapat penambahan penarikan DJPL bertambah 12 perusahaan, dengan jumlah Rp48 miliar lebih.

Ditegaskan Yenny, agar KPK dan instansi pelaksana hukum yang ada agar dapat memprioritaskan kasus ini karena menyangkut kejahatan lingkungan yang terus menjadi tanda tanya masyarakat.

Syarat Mutlak Izin Pertambangan Harus Menunjukan Bukti Penyetoran DJPL Baru Izin Bisa Diterbitkan

Kembali diulaskan Yenny, aturan, tata cara untuk mengeluarkan izin pertambangan itu jelas menunjukan aktivitas fisik dan laporan administrasi itu tidak bisa dipisahkan. Rekomendasi pencairan itu direalisasikan karena berdasarkan pembuktian di lapangan dan laporan tertulis yang telah memenuhi ketentuan.

“Negara kita adalah negara hukum. Kegiatan pertambangan mulai dari pengurusan tambang, sampai pada pelaksanaan reklamasi pasca tambang, termasuk DJPL dan pengembalian DJPL telah diatur dalam perundang-undangan, termasuk mekanisme tata cara pencairan DJPL secara benar dan termanfaatkan,” ucapnyanya.

DJPL dengan jumlah ratusan miliar, tiba-tiba dibilang tidak bisa diketahui keberadaannya, pada hal ini merupakan suatu jaminan. Contoh kita meminjamkan sesuatu ke orang yang menggunakan jaminan. Pasti kita lebih tahu jaminan itu akan disimpan dimana, Karena itu hanya jaminan, yang wajib dibalikan ketika persyaratan pencairan dipenuhi. Ini gambaran yang menunjukan tidak serius menjalankan amanah.

“Jumlah Bank yang beroperasi di Bintan memangnya berapa? Pembuktian penyetoran DJPL apakah langsung di buang ke tong sampah. Apakah laporan penyetoran DJPL oleh perusahaan tidak tercatat resmi sebagai bukti administrasi yang akan menjadi penganti atau penjamin kerusakan dampak pertambangan. Apakah Ansar yang menjabat bupati saat itu tidak mau tahu atau benar tidak tahu, sementara tambang itu adalah bagian kewenangan dan kebijakannya untuk menentukan dan merekomendasikan pencairan reklamasi,” terangnya.

Kehancuran Kinerja Birokrasi & Kerugian Negara Zaman Ansar Menjabat Bupati, Buktinya?

Lanjut Yenny, dana DJPL itu bagian dari penyelamatan kerusakan lingkungan dampak pertambangan dan limbahnya. Kalau benar seorang Ansar itu sosok pemimpin yang baik, amanah serta mencintai daerah kepemimpinannya dengan bertanggungjawab kehancuran lingkungan akibat pertambangan yang berada dikekuasaannya, pasti Ansar menggunakan dana itu sesuai peruntukannya.

Bukan malahan terlihat cuek, tidak mau tahu dengan jaminan reklamasi itu. Sudah paparkan oleh BPK, tetap juga saat itu tidak juga bisa membuktikan kepada hukum dan masyarakat DJPL itu akan digunakan semestinya agar kawasan pertambangan Bintan kembali atau secepatnya pulih. Tapi yang terjadi hanya mencari pembenaran dan alasan membenarkan diri agar luput dari masalah seperti yang terjadi pada kasus alih fungsi hutan,” cetusnya.

Singkat cerita, hancurnya kinerja birokrasi yang amburadul sehingga berpotensi terjadi kerugian negara, dibuktikan dengan hasil wawancara/pemeriksaan BPK dengan Distamben Bintan. Diketahui Distamben adalah instansi yang dipercayakan mengurus secara keseluruhan kegiatan pertambangan, tidak memiliki rekapitulasi/rincian atas seluruh penyetor DJPL dari perusahaan pertambangan yang beroperasi di wilayah Bintan.

Jadi apa kerja Distamben dalam hal ini? Sehingga tidak dapat diketahui jumlah DJPL yang telah disetorkan oleh masing-masing perusahaan. Apakah negara tidak dirugikan? Dan dapatkah dibilang cara kerja pemerintah yang sehat, bersih atau hancur? Syarat admin penerbitan izin, plus bentuk tanggung jawab atas kerusakan lingkungan Pemerintah Bintan yang dipimpin Ansar tidak memiliki rekapitulasi rincian dan dokumentasi perusahaan penyetor.

Sampai berita ini terekspos, Ansar Ahmad belum dapat dikonfirmasi, karena kesibukan beliau dalam menjelang Pilkada. B E S A M B U N G. (Wilson)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar