Dewi Aryani: Sebelum Terbit PP Karantina, Walkot Tegal Harus Geser Beton di Jalan


Nusaperdana.com, Kota Tegal - Walikota Tegal harus membuka dan menggeser lagi pagar beton perbatasan jalan antar kota kabupaten dan jalan provinsi sambil menunggu PP soal karantina wilayah. Walikota bisa melakukan isolasi dulu di lokasi pemukiman dimana pasien positif di Kota Tegal tersebut berada dengan tracing apakah keluarganya sudah ada kontak dengan pasien.

Dewi Aryani anggota komisi 9 DPR RI Fraksi PDI Perjuangan mengingatkan,”Kota Tegal bukan negara sendiri dan harus patuh kepada pemerintah pusat. Ada konstitusi yang mengatur semuanya dan percayalah pempus akan melakukan yang terbaik untuk seluruh wilayah”.

Kekawatiran bahayanya covid19 tidak hanya milik Walikota Tegal tapi milik semua warga dan semua orang di NKRI ini , karenanya semua harus bahu membahu gotong-royong dan berikan kewenangan penuh kepada Doni Monardo selaku ketua gugus covid19 nasional untuk menentukan langkah sesuai aturan yang berlaku.Semua pihak harus menahan diri dan melakukan physical distancing dengan penuh disiplin tinggi. Tim satgas monitoring bisa rutin patroli dan di maksimalkan , jika perlu di lakukan tindakan tegas oleh aparat jika masih ada warga yang melakukan pelanggaran misal bergerombol, berkumpul, hajatan, acara dengan massa dan lain-lain.

“Saya yakin PP yang segera terbit bisa menjadi landasan yang tepat untuk semua wilayah dalam menentukan langkah karantina wilayahnya masing-masing dengan 3 proses yang mesti dilakukan diantaranya tracing-clustering- containing ( karantina). Pelibatan gugus hingga tingkat desa dan kelurahan dan kerja efektif aparat akan menjadi satu kekuatan melawan covid19 outbreak.Pentahelix dengan pendekatan komunitas hingga gugus desa dan kelurahan bisa di jadikan acuan dalam melakukan langkah penanggulangan bencana non alam ini”.

“Segerakan pemerintah menerbitkan PP, agar semua daerah memiliki payung hukum yang sesuai dengan kondisi saat ini. Sebelum terlambat dan lebih banyak korban dari berbagai tingkat sosial ekonomi, profesi dan lapisan masyarakat luas”, tandas Dewi Aryani.

Di Indonesia tidak dikenal istilah lockdown. Persamaan yang paling mendekati adalah karantina. Regulasi itu tertuang dalam UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan masyarakat, demikian bunyi Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 6 Tahun 2018.

Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan
bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Sebagai timbal baliknya, pemerintah WAJIB memberi makan tiga kali sehari kepada warganya. Makanan itu dikirim oleh anggota TNI/Polri ke masing-masing rumah sesuai dengan jumlah warganya. Siapa yang berkewajiban memberi makan ratusan ribu orang itu? Pemda setempat. (MA)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar