Presiden Setuju Koruptor Dihukum Mati, Begini Keterangan Secara Rinci dari Menkum HAM
Nusaperdana.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) setuju koruptor dihukum mati bila rakyat berkehendak. Menteri Hukum Dan HAM Yasonna Laoly menyebut hal itu sudah diatur dalam undang-undang bila korupsidana bencana alam.
"Yang dimungkinkan itu kan kepada orang yang melakukan korupsi terhadap bencana alam, yang menyangkut itu. Tapi kan dalam praktik pernah ada di Lombok yang gempabaru ada kasus seperti itu, tapi kan hukumannya, itu kan ancaman maksimal," kata Yasonna di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/11/2019).
Yasonna tidak dalam posisi setuju atau tidak koruptor dihukum mati di luar korupsi bencana alam. Dia masih melihat wacana yang bergulir di masyarakat.
"Itu Pak Presiden bilang kalau ada wacana itu akan dibahas nanti. Tapi UU-nya sekarang kan ada, yang jelas ada, tapi belum pernah dipakai juga. Ada juga kemarin di Lombok, kan itu besarannya," ucapnya.
Politikus PDIP itu menyebut, beratnya hukuman bagi koruptor dana bencana alam juga ada pertimbangan. Jika nilainya besar, tidak ada ampun.
"Itu semua dalam pertimbangan. Kalau emang bencana alam, tapi dia korupsi Rp 10 juta. Kan ada variabel-variabel yang harus dipertimbangkan. Kalau misalnya ada dana bencana alam Rp 100 miliar, dia telan Rp 25 miliar, wah itu sepertiga dihabisi sama dia, ya itu lain cerita," ujar Yasonna.
Perihal hukuman mati ini mendadak mencuat di Hari Antikorupsi Sedunia hari ini, usai seorang anak SMK 57 Jakarta bernama Harley Hermansyah bertanya kepada Presiden Jokowi, mengapa koruptor tak langsung dihukum mati kala terbukti bersalah.
Presiden Jokowi pun menjawab hal itu memungkinkan saja bila ada masyarakat berkehendak bisa dimasukkan dalam RUU Tipikor.
"Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU Pidana Tipikor itu dimasukkan," kata Jokowi.
Menilik UU Tipikor, termaktub Pasal 2 ihwal korupsi bencana alam yang menyengsarakan hidup orang banyak yang dapat dijatuhi hukuman mati.
KPK sendiri sebelumnya sempat mengkaji Pasal 2 UU Tipikor tersebut dalam kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji oleh pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkait pelaksanaan proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Tahun Anggaran 2017-2018.
Dalam kasus tersebut, terdapat dugaan suap salah satunya terkait dengan proyek pembangunan SPAM di daerah bencana, di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah yang baru saja terkena bencana tsunami September tahun lalu.**
Berita Lainnya
Gus Samsudin Laporkan Pesulap Merah ke Polisi
Pangkogabwilhan I Mendampingi Ka BNPB Konferensi Pers di Wisma Atlit
Bantah Hamil Duluan, Ria Ricis: Tanggal 12 Nikah, Awal Bulan Haid
Jokowi Masuk Jajaran King Maker Tahun 2024
Beri Edukasi Keselamatan Penerbangan, Ditjen Hubud Selenggarakan Aviation On Run 2019 di Balikpapan
Sebar Gula 3.000 Ton per Hari, Bulog Yakin Harga Bisa Rp 12.500/Kg
Menko Luhut: Pembangunan Infrastruktur Harus Berdampak Bagi Kesejahteraan Masyarakat
Program Pugar, Solusi Masalah Garam Rakyat di Sektor Hulu