Surplus Neraca Dagang China Catat Rekor


Nusaperdana.com - Neraca dagang China yang sensitif secara politik melonjak naik ke rekor 75,4 miliar dolar AS pada bulan lalu seiring dengan pertumbuhan ekspor hingga 21,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Permintaan konsumen Amerika Serikat (AS) yang meningkat menjadi faktor utamanya.

Ekspor ke AS tercatat naik 46 persen meskipun masih ada kenaikan tarif dalam perang dagang dengan Washington, menurut data bea cukai, Senin (7/12). Secara keseluruhan, total ekspor mengalami pertumbuhan menjadi 268 miliar dolar AS, terakselerasi dari pertumbuhan 11,4 persen pada Oktober.

Sebelumnya, para ekonom dan analis menilai, kenaikan tidak mungkin berlangsung hingga tahun depan, setelah vaksin virus corona diluncurkan. "Kinerja ekspor jauh lebih kuat dari yang diproyeksikan pada bulan lalu," tutur Julian Evans-Pritchard dari Capital Economics dalam sebuah laporan, seperti dikutip di AP News, Selasa (8/12).

Sementara itu, impor naik lima persen menjadi 192,6 miliar dolar AS, naik dari bulan sebelumnya, 4,7 persen.

Eksportir China telah diuntungkan dari pembukaan kembali aktivitas ekonomi yang relatif lebih awal setelah Partai Komunis menyatakan pandemi virus corona sudah di bawah kendali dibandingkan Maret. Sedangkan, pesaing asingnya masih banyak yang terhambat akibat pengendalian penyebaran virus.

Surplus perdagangan global China untuk 11 bulan pertama tahun 2020 mencapai 460 miliar dolar AS, naik 21,4 persen dari dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Nilai ini sudah menjadi salah satu nilai tertinggi yang pernah tercatat.

Ekspor ke AS naik menjadi 51,9 miliar dolar AS, sementara impor barang-barang Amerika naik 33 persen menjadi 14,6 miliar dolar AS. Surplus perdagangan dengan AS membengkak 52 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 37,3 miliar dolar AS.

Beijing berkomitmen untuk membeli lebih banyak kedelai Amerika, gas alam dan ekspor lainnya sebagai bagian dari perjanjian Fase 1 yang ditandatangani pada Januari. Perjanjian ini bertujuan mengakhiri pertarungan tarif yang mahal terhadap ambisi teknologi China.

Neraca dagang China sempat tertinggal karena harus memenuhi komitmen tersebut pada awal tahun, namun kini menunjukkan tanda-tanda perbaikan seiring dengan permintaan yang memulih.

Kedua pemerintah diketahui sepakat untuk menunda tarif yang direncanakan lebih lanjut untuk barang satu sama lain. Tapi, sebagian besar denda yang telah dikenakan pada miliaran dolar impor tetap diberlakukan.

Impor China tumbuh lebih cepat berdasarkan volume dibandingkan nilai karena permintaan telah tertahan oleh penutupan perjalanan dan industri, mendorong harga lebih rendah.

China berada di jalur untuk menjadi satu-satunya ekonomi besar yang tumbuh pada tahun ini, sementara aktivitas di AS, Eropa dan Jepang turun.

Ekonomi China mengalami penyusutan 6,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya dalam tiga bulan pertama tahun 2020 setelah pabrik, toko dan kantor ditutup untuk melawan virus. Pertumbuhan rebound menjadi 3,2 persen pada kuartal kedua dan dipercepat menjadi 4,9 persen pada kuartal ketiga.

Produsen mobil dan produsen besar lainnya kini kembali ke aktivitas normal yang membantu mendorong permintaan bijih besi, tembaga dan bahan mentah lainnya untuk diimpor. Penjualan ritel kembali di atas level sebelum pandemi dan naik 4,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada Oktober.

Juga di November, ekspor ke 27 negara Uni Eropa naik 8,6 persen lebih dari setahun lalu menjadi 37,5 miliar dolar AS, sementara impor barang-barang Eropa naik 4,5 persen menjadi 26,2 miliar dolar AS. Surplus perdagangan China dengan Eropa pun meningkat 20 persen menjadi 11,3 miliar dolar AS.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar