Bangunan Bertingkat Menengah Runtuh, Potret Kegagalan Konstruksi


Nusaperdana.com - bangunan gedung 5 lantai di Slipi, Jakarta Barat, pada Senin (6/1/2020) pukul 09.15 WIB, menggambarkan sebagian dari potret wajah konstruksi di Jakarta.

Ini merupakan kasus kegagalan bangunan gedung dengan ketinggian menengah (mid rise building), selain kasus sejumlah bangunan gedung tinggi (high rise building) lainnya.

Namun demikian, perlu ada kajian mendalam apakah benar-benar gagal dalam prosesdesain, gagal dalam proses konstruksi atau gagal dalam proses operasional.

Dari pengamatan visual yang dipilih dari berbagai sumber, bangunan gedung yang runtuh, dapat diindikasikan mengalami kegagalan administrasi proyek atau kegagalan teknis.

Dalam perspektif teknis, hal ini perlu dicermati, pertama apakah fungsi bangunan gedung saat ini sesuai dengan fungsi dalam desain awal? Jika ada perubahan fungsi harus disertai analisis pendukung yang valid.

Kedua, apakah desain bangunan gedung saat ini sesuai desain awal, atau ada perubahan desain? Setiap perubahan desain harus disertai kajian komprehensif dan profesional agar kegagalan bangunan gedung tidak terjadi seperti saat ini.

Ketiga, dari pengamatan visual runtuh, terlihat elemen struktur berupa kolom, balok, plat lantai dalam sistem struktur, "terlepas" dan tidak mampu menahan beban yang ada.

Keempat, dari pengamatan visual, kualitas bahan bangunan gedung demikian buruk, dan tidak mampu menyatu secara sistem untuk menahan beban yang direncanakan.

Kelima, terrlihat bangunan gedung telah direnovasi. Apakah proses konstruksi renovasi yang dilakukan berkualitas? Bagaimana proses renovasi mencermati elemen bangunan gedung yang lama dan yang baru? Menyatu atau tidak?

Sementara dari perspektif administrasi proyek, beberapa hal yang perlu dicermati adalah pertama, bagaimana status desain telah mengalami pembaruan? Apakah desain dilakukan oleh pihak yang ahli?

Kedua, setelah memcermati desain, bagaimana status izin mendirikan bangunan (IMB)-nya? Apakah IMB yang ada sudah diperbarui sesuai aktualitas desain dan hasil konstruksi?

Ketiga, perlu dicek benar apalah sertifikat laik fungsi (SLF) bangunan gedung yang runtuh ini ada dan masih aktif?

Keempat, apakah peruntukkannya sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Jakarta?

Mencermati kegagalan yang dimungkinkan dari perspektif aspek Kegagalan Administrasi Proyek dan Kegagalan Teknis di atas, sudah saatnya masing-masing pihak ikut bertanggung jawab.

Pemilik memiliki tanggung jawab yang terutama. Ketika pemilik tidak menaati aturan yang ada, kegagalan bangunan gedung yang runtuh adalah kegagalan pemilik.

Pemerintah sebagai pembina jasa konstruksi di Indonesia bertanggung jawab memastikan secara administrasi proyek dan teknis dari seluruh bangunan gedung andal.

Kegagalan bangunan gedung ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah, bagaimana proses terbitnya IMB, dan hasil audit bangunan gedung?

Kemudian penyedia jasa konstruksi, baik itu konsultan dan kontraktor, harus bertanggung jawab terhadap desain holistik bangunan gedung, yang faktanya kolom, balok, lantai, dinding lepas dan runtuh.

Selain itu, masyarakat umum yang mencermati dan menggunakan fasilitas bangunan gedung harus kritis terhadap kelaikan bangunan gedung yang digunakan.**

 



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar