Blokir-pemblokiran Mulai Berlaku antara AS dengan China


Nusaperdana.com - Pemerintahan Presiden AS Donald Trump memblokir pengiriman semikonduktor dari pembuat chip global ke Huawei pada Jumat (15/5/2020).

Langkah ini semakin memicu naiknya ketegangan hubungan AS dengan China. Trump tampaknya akan menunggu aksi balasan dari China.

Departemen Perdagangan AS menyatakan telah mengubah aturan ekspor untuk mencegah akuisisi Huawei terhadap produk semikonduktor yang merupakan produk dari perangkat lunak (software) dan teknologi AS.

"Pengumuman ini mencegah upaya Huawei untuk melemahkan kontrol ekspor AS," kata Departemen Perdagangan AS, sebagaimana dilansir CNBC Internasional, Jumat (15/5/2020).

Kabar pemblokiran Huawei ini, menurut Washington Post, muncul pertama kali ketika ketika produsen semikonduktor Taiwan, TSMC, mengumumkan akan membangun pabrik senilai US$ 12 miliar atau Rp 180 triliun (asumsi kurs Rp 15.000/US$) di Arizona yang akan menciptakan 1.600 lapangan pekerjaan baru.

Hanya saja, baik TSMC, dan Menteri Perdagangan Amerika Serikat Wilbur Ross hanya menegaskan bahwa investasi sebagai bagian penting untuk memperkuat manufaktur teknologi tinggi di AS.

Mei tahun lalu, pemerintah Trump melarang ekspor teknologi AS ke Huawei, tetapi raksasa teknologi China itu masih dapat membeli semikonduktor yang dibuat di luar AS dengan perangkat lunak dan peralatan AS.

Departemen Perdagangan mengatakan aturan baru ini dirancang untuk mengatasi celah itu.

Namun tampaknya aksi balasan dari China tinggal menunggu waktu. Dalam sebuah cuitan di Twitter, seorang pemimpin redaksi sebuah surat kabar China yang dikendalikan negara, Global Times, mengatakan Beijing bisa saja mengambil tindakan balasan.

Komentar sang pemred tentang masalah perdagangan AS-China menurut Washinton Post sering menjadi indikator yang dapat diandalkan untuk melihat apa yang akan dilakukan Beijing ke depan.

"Berdasarkan apa yang saya ketahui, jika AS lebih lanjut memblokir pasokan teknologi utama ke Huawei, China akan mengaktifkan 'daftar entitas yang tidak dapat diandalkan', membatasi atau menginvestigasi perusahaan-perusahaan AS seperti Qualcomm, Cisco dan Apple, dan menunda pembelian pesawat Boeing," kata Hu Xijin, Editor in Chief di Global Times dalam cuitannya.

Boeing adalah pabrikan pesawat komersial yang berbasis di Chicago, Illinois, AS. Boeing adalah kompetitor utama dari pabrikan pesawat Uni Eropa yang berbasis di Prancis, Airbus.

Namun yang jelas, perubahan aturan AS ini akan memukul bisnis Huawei, produsen ponsel terbesar kedua di dunia, begitu juga dengan bisnis TSMC asal Taiwan, produsen utama chip HiSilicon milik Huawei, Apple, dan Qualcomm yang menjadi kompetitornya.

AS sudah berupaya meyakinkan para negara sekutunya untuk mengecualikan komponen Huawei dari jaringan 5G generasi berikutnya dengan dalih: peralatan Huawei berpotensi digunakan sebagai alat mata-mata Pemerintah China. Namun, perusahaan itu berulang kali membantah klaim itu.

Meski begitu, Departemen Perdagangan AS menegaskan Huawei terus menggunakan perangkat lunak dan teknologi AS dalam merancang semikonduktor, meskipun pabrikan yang berpusat di Shenzhen ini sebelumnya sejak Mei 2019 sudah dimasukkan AS dalam datar hitam (blacklist). Revisi aturan tersebut sekali lagi untuk menutup celah Huawei ini.

Berdasarkan peraturan, perusahaan asing yang menggunakan peralatan pembuat chip AS memerlukan lisensi dari pemerintah AS sebelum memasok chip tertentu ke Huawei ataupun unit usahanya, seperti HiSilicon.

Huawei bisa mendapatkan beberapa chipset atau menggunakan beberapa desain semikonduktor yang terkait dengan perangkat lunak dan teknologi AS, asalkan dapat lisensi dari Departemen Perdagangan AS.

Pada Mei 2019, AS menempatkan Huawei dan 114 afiliasinya dalam daftar hitam dengan alasan masalah keamanan nasional.

Hal itu memaksa beberapa perusahaan AS dan asing untuk mencari lisensi khusus dari Departemen Perdagangan untuk menjualnya.

China yang menjajaki kemitraan dengan pemerintah AS tampaknya frustrasi dengan kendala yang ada.

Selain itu, pekan ini, Trump memperpanjang lagi untuk satu tahun ke depan tentang kebijakan darurat nasional teknologi yang sudah diumumkan Mei 2019. Artinya diperpanjang hingga Mei 2021.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar