Koperasi Desa Harus Dihidupkan oleh Partisipasi, Bukan Nepotisme
Nusaperdana.com, Tanjungpinang - Program Koperasi Merah Putih yang kini mulai digulirkan ke desa-desa di seluruh Indonesia menjadi harapan baru dalam membangkitkan ekonomi kerakyatan. Inisiatif ini patut diapresiasi, karena mengusung semangat kemandirian dan gotong royong di tingkat desa—sesuai amanat konstitusi dan cita-cita pembangunan nasional dari pinggiran.
Namun di tengah harapan besar itu, muncul pula kekhawatiran yang tak bisa diabaikan. Di berbagai wilayah, termasuk di sejumlah kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, perbincangan hangat mulai bermunculan soal siapa yang sebenarnya terlibat dalam pembentukan koperasi ini. Banyak warga bertanya-tanya: apakah masyarakat benar-benar dilibatkan, atau justru koperasi hanya dijadikan proyek internal yang digerakkan oleh segelintir orang dekat kepala desa?
Prinsip dasar koperasi yang tertuang dalam UU No. 25 Tahun 1992 jelas menyebutkan bahwa koperasi bersifat sukarela, terbuka, demokratis, serta menjunjung tinggi kebersamaan dan keadilan. Artinya, tidak boleh ada ruang eksklusif dalam koperasi. Setiap warga desa, tanpa kecuali, punya hak yang sama untuk tahu, terlibat, dan mendapat manfaat.
Jika koperasi hanya digerakkan oleh kelompok terbatas yang "itu-itu saja", maka cita-cita kemandirian ekonomi hanya akan menjadi slogan kosong. Padahal, koperasi adalah tempat berkumpulnya kekuatan rakyat—dari petani, nelayan, pelaku UMKM, ibu rumah tangga, pemuda desa, hingga buruh harian.
Fenomena yang muncul di beberapa desa di Kepri patut menjadi alarm dini. Saat warga mulai mempertanyakan transparansi, kejelasan struktur, serta keterlibatan masyarakat dalam pembentukan koperasi, itu artinya ada yang belum berjalan sebagaimana mestinya. Jangan sampai semangat koperasi dicederai oleh praktik-praktik eksklusif yang menyimpang dari asas kebersamaan.
Masyarakat desa memiliki hak untuk tahu. Mereka berhak bertanya, hadir dalam musyawarah, dan ikut ambil bagian dalam menentukan arah koperasi. Sebaliknya, pemerintah desa punya kewajiban untuk membuka ruang partisipatif yang jujur dan adil.
Kami percaya, mayoritas kepala desa di Kepri dan di seluruh Indonesia memiliki niat baik dalam menjalankan amanat ini. Namun, niat baik harus diiringi dengan keberanian untuk berbagi ruang, berbagi peran, dan berbagi hasil. Koperasi tidak boleh dibiarkan menjadi instrumen kekuasaan atau komoditas politik lokal.
Keterbukaan bukan kelemahan. Justru dari situlah lahir kepercayaan dan dukungan luas dari masyarakat. Ketika warga merasa dilibatkan, mereka akan turut menjaga dan menghidupi koperasi itu bersama.
Nusaperdana.com bersama media-media yang tergabung dalam Asosiasi Konstituen Pers Seluruh Indonesia (AKPERSI) Provinsi Kepulauan Riau, mengajak seluruh masyarakat desa untuk aktif mengawasi dan mengawal proses pembentukan Koperasi Merah Putih.
Jangan diam jika tidak dilibatkan. Tanyakan, hadiri, suarakan pendapat. Koperasi adalah milik bersama, bukan milik pribadi. Mari kita pastikan semangat gotong royong tidak dikerdilkan oleh kepentingan sempit. (Anes)


Berita Lainnya
Tenggat Akhir Tahun Membayangi, Proyek Jalan Soebrantas Kampar Mandek Diwarnai Spanduk Ancaman Pidana
Peningkatan Jalan ke Kantor Bupati Kampar Dihentikan Warga, Begini Tanggapan Bupati Ahmad Yuzar
Konflik Lahan 50 Hektar di Kampar Nyaris Ricuh: Mediasi Darurat via WhatsApp Digelar, Akar Masalah Diduga Pelunasan yang Mandek
Libur Nataru Menjelang, Kilang Pertamina Pastikan Tetap Beroperasi Untuk Amankan Kebutuhan BBM
Kasus Pengeroyokan di Kebun Sawit Kampar Naik ke Tahap Penyidikan, Pelaku Diduga Mangkir Panggilan Polisi
Pemkab Siak Terapkan APGAN, Pengajuan SKPP Jadi Mudah dan Cepat
Dr Adrian Hidayat Kapus Sungai Apit, Menghimbau Masyarakat Agar Menjaga Kebersihan Lingkungan Untuk Mencegah DBD
Warga Kampung Olak Centai Gugat Pejabat Meranti di PN Bengkalis Permasalahan Sengketa Lahan