Mayoritas Warga Setuju Lockdown Untuk Meredam COVID-19


Nusaperdana.com, Aceh Singkil - Sejak pertama kali dilaporkan dua orang positif COVID-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020 silam, pilihan kebijakan penguncian wilayah atau lockdown masih menjadi perdebatan sampai saat ini. 

Meskipun Pemerintah Indonesia lebih memilih menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020. Bahkan dalam perkembangannya kebijakan tersebut telah mengalami banyak penyesuaian menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) baik dalam skala mikro, darurat, sampai muncul level 3 dan level 4. 

Pada tanggal 29 – 31 Juli 2021, Program LeaN On yang diinisiasi oleh BNPB dan INVEST DM telah menyelenggarakan jajak pendapat tentang kesadaran masyarakat terkait upaya pemerintah dalam melakukan tes, telusur dan tindak lanjut (3T). 

Hasil jajak pendapat tersebut telah dipresentasikan sebagai pemantik Webinar Pelacakan Kontak: Mengoptimalkan Dukungan Masyarakat dalam 3T, pada Senin (2/8) siang. 

Salah satu temuan menarik yang dipaparkan oleh Denok adalah, bahwa 67% responden menjawab setuju penerapan, 26% responden tidak setuju, dan 7% lainnya mengaku ragu-ragu. 

“Mayoritas responden (67%_red.) setuju jika pemerintah melakukan lockdown. Sebanyak 26% responden tidak setuju, dan 7% responden ragu-ragu,” terang Denok dalam paparannya. 

Denok juga menampilkan alasan dari para responden yang mendukung lockdown. Mereka setuju lockdown jika diterapkan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. 

“Saya setuju lockdown apabila Pemerintah menggunakan UU Kekarantinaan Kesehatan sehingga masyarakat terjamin kehidupannya selama lockdown dan penanganan COVID-19,” tutur Denok membacakan salah satu alasan responden. 

Lebih lanjut Denok menjabarkan bahwa temuan lain yang didapat dari jajak pendapat tersebut adalah berkaitan dengan kelompok disabilitas. Kelompok ini mengaku masih menghadapi berbagai kendala dalam upaya mendapatkan penanganan medis karena COVID-19. 

“Kendala yang pernah ditemui adalah 20.80% mengaku antrian panjang untuk konsultasi dengan dokter, 13.08% tidak berani ke fasilitas kesehatan khawatir kenapa-kenapa di perjalanan, dan 10.85% tidak tahu harus ke puskesmas atau rumah sakit,” ungkap Denok. 

Hasil jajak pendapat tersebut selanjutnya dibahas dalam Webinar yang dihadiri oleh Prof Sulfikar Amir dari Nanyang Technology University Singapura, Emil Elestianto Dardak - Wakil Gubernur Jawa Timur, Prof Fachmi Idris dari Palang Merah Indonesia, Pritania Astari dari Pandemic Talks, Egi Abdul Hamid dari CISDI, Bima Arya - Ketua APEKSI, Sutan Riska Tuanku Kerajaan - Ketua Umum APKASI, dan Melva Elfrida Sihombing. (Sulaiman)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar