Mengadu Soal Lahan 377 Hektar, Suku Sakai Diterima Kamsol di Rumah Dinas

Mengadu Soal Lahan 377 Hektar, Suku Sakai Diterima Kamsol di Rumah Dinas

Nusaperdana.com, Bangkinang - Penjabat Bupati Kampar menerima perwakilan masyarakat Sakai dari Desa Koto Garo, Kecamatan Tapung Hilir di rumah dinasnya, Rabu (9/11/2022).

Perwakilan suka Sakai dari Tapung Hilir ini mengadu ke Kamsol soal lahan seluas 377 hektar yang dulunya digarap oleh kelompok tani yang terbentuk pada tahun 1982.

Dalam berjuang meminta lahan 377 hektar dikembalikan ke petani, perwakilan masyarakat Koto Garo didampingi kumpulan Anak Bangsa Peduli Anak Bangsa (Kubangga) Riau melakukan audiensi bersama Pj Bupati Kampar, Dr H Kamsol,MM di rumah Dinas Bupati Kampar, Rabu (9/11/2022).

Dr Kamsol mengakui, memang saat ini banyak terjadi persoalan lahan perkebunan kelapa sawit baik dengan koperasi, maupun masyarakat dengan perusahaan, tidak hanya di Tapung Hilir ini. Akan tetapi ini terjadi di banyak tempat di Kampar.

Menyikapi hal tersebut, kata Kamsol, saat ini telah dibentuk Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI). "Dalam hal ini saya dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal-nya," ujarnya.

"Dengan ini, kita berharap semoga melalui AKPSI kita bisa memediasi dan membantu berbagai persoalan lahan yang terjadi di tengah masyarakat," janji Kamsol.

Dalam tindak lanjut awal terkait persoalan lahan ini, Kamsol menyampaikan akan membentuk Tim Teknis Terpadu yang tergabung dengan Forkopimda, atau TNI, Polri dan Kejaksaan Negeri Kampar.

Pada dasarnya, lanjut dia, Pemda Kampar akan terus berupaya untuk mediasi penyelesaian lahan, "kalau hak masyarakat kita perjuangan untuk masyarakat. Kalau koperasi memiliki aturan, kita duduk bersama mulai dari ninik mamak kemudian naik ke atas," terang Kamsol.

Sementara itu M Ridwan didampingi Muhammad Sanusi dan juga Ikhsan Arif Suzaki mewakili masyarakat melalui Kubangga Riau menjelaskan, bahwa terkait persoalan lahan seluas 377 hektar yang dulunya digarap oleh kelompok tani yang terbentuk pada tahun 1982, di Desa Koto Garo, Kecamatan Tapung Hilir.

"Dimana di saat itu ada sebanyak 25 kelompok tani yang berhimpun di sana. Kemudian, pada tahun 1996 SK kelompok tani dikeluarkan oleh Plt Bupati Kampar pada waktu itu," katanya.

Adapun luas lahan yang di SK-kan ketika itu, sebut Ridwan, mencapai 2.500 hektar, dengan syarat lahan itu harus telah tergarap dalam jangka waktu 3 bulan. Kemudian, untuk mencapai target waktu 3 bulan, para petani menyepakati pola bapak angkat atau pola KKPPA dengan pihak lain.

Akan tetapi, tutur Ridwan, saat kebun sudah ditanami sawit, pada tahun 2015, lahan tersebut digugat oleh Yayasan Madani, di Pengadilan Negeri Bangkinang. Maka keluarlah keputusan PN Bangkinang, yang memerintahkan lahan seluas 377 hektar itu diserahkan kembali ke negara.

"Walaupun sudah ada keputusan Pengembalian lahan ke negera sejak 2015 oleh PN Bangkinang, faktanya menurut Ridwan sampai sekarang tidak pernah dilakukan eksekusi "jadi sesuai SK Bupati yang dikeluarkan tahun 1996 tersebut," ucapnya.

Ridwan minta kejelasan atau kepastian pada Kamsol agar lahan tersebut dikembalikan lagi ke masyarakat.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar