Minim Biaya, Balita Penderita Gizi Buruk di Pelangiran Terpaksa Bertahan di Rumah

Ilustrasi

Nusaperdana.com, Inhil - M Hafizhul Furqan tengah terbaring dengan perutnya yang membesar. Tatapannya begitu kosong seperti tak menginginkan apapun. Terkadang dia terpana, menangis, sesuatu yang sulit untuk diterka.

Kondisi fisik semakin kurus, pergelangan paha yang mengecil ini juga tidak selayaknya seperti anak pada umumnya. Belum lagi soal pencernaan. Dimana, nyaris setiap kali Buang Air Besar (BAB) dengan kondisi feses cair.

Balita kelahiran 19 Januari 2018 ini adalah buah hati dari pasangan Maryadi (27) dan Mariana (26), warga Parit Antara Baru, Kelurahan Pelangiran Besar, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau.

"Ini anak kami satu-satunya," sahut Maryadi kepada awak media, Rabu (26/2/2020).

Dia menjelaskan, kondisi tersebut sudah diderita sejak usia 6 bulan. Waktu itu sempat dilakukan pemeriksaan di Puskesmas Pelangiran.

Dari rumah, Maryadi harus jalan kaki menggendong anaknya ke pelabuhan, memangkas waktu cukup berjarak hingga 1 jam. Sesampainya di bibir sungai, dia pun naik pompong sebagai transportasi penyebrangan ke Pelangiran Besar, biayanya hanya Rp 3 ribu. Kemudian dia kembali jalan kaki dari pasar Pelangiran Besar menuju Puskesmas kurang lebih 15 menit.

Sangat disayangkan, hasil pemeriksaan ternyata tak membuahkan hasil yang signifikan, inisiatif Maryadi dan istri berikutnya hanya melakukan pengobatan tradisional di kampungan.

Kondisi semakin memburuk, kekhawatiran dari keluarga kurang mampu itu mengharuskannya untuk mendapatkan perawatan maksimal.

Dengan demikian, pekan kedua Agustus 2019, tepat dihari Lebaran Idul Adha, M Hafizhul Furqan akhirnya dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Puri Husada Tembilahan dengan menggunakan Kartu BPJS Kesehatan kelas III.

Namun selama sepekan, kondisi anaknya tak kunjung membaik hingga akhirnya kembali ke kampung halaman.

"Kata dokter waktu itu, anak saya menderita Gizi Buruk tipe Marasmus, serta pembengkakan Limpa. Sebenarnya pihak rumah sakit mau merujuk ke Pekanbaru, tapi kami pulang dulu," kata Maryadi dengan nada sendu. Pasalnya, pria keseharian sebagai tani ini minim biaya.

Sudah 6 bulan berlalu, Maryadi masih berupaya mencarikan biaya keperluan transportasi serta biaya hidup selama perawatan di sana nantinya.

Kurun waktu setengah tahun itu, tak bisa berbuat banyak, keseharian suami-istri menjaga si buah hati hanya diiringi doa yang paling tulus mereka rasakan.

"Saya kerja terus, namun pendapatan yang memang kurang memadai, habis begitu saja untuk makan sehari-hari," tuturnya.

Semakin lama, kekhawatiran Maryadi dan istri semakin bergejolak tak menentu. Rencana perawatan yang entah kapan membuatnya begitu bimbang. Ditambah bobot hasil timbangan rutin setiap bulan selalu diposisi takaran tidak normal.

"Setiap bulan ditimbang, Setiap ditimbang selalu dibilang bidan masih ringan," ujarnya.

Periksa berat badan terakhir M Hafizhul Furqan tepat pada saat kegiatan Gerakan Satu Hati yang diselenggarakan serentak oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Inhil tanggal 22 Februari kemarin, kata Maryadi hanya 9,2 Kilogram. Padahal idealnya, berat anak laki-laki usia 2 tahun adalah 9,7-15,3 Kilogram.

Namun, setelah 6 bulan berlalu, Maryadi bersama istri kembali merencanakan melakukan rawat inap anaknya di rumah sakit. Jika tidak ada hambatan, akhir pekan ini dibawa ke RSUD Puri Husada Tembilahan.

"Sesuai saran dokter dulu, anak saya harus dirujuk ke Pekanbaru. Jadi nanti di RSUD Puri Husada, kembali meminta rujukan," ucapnya.

Apapun resikonya, menurut Maryadi suatu keharusan bagi orang tua memberikan yang terbaik bagi anaknya, terutama soal materi.

"Tak banyak berfikir lagi, kali ini harus dibawa sesuai saran dokter dulu," tutupnya. (m)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar