Potret Kehidupan Alkamah yang Tinggal di Gubuk Sejak Zaman Belanda

Alkamah yang hidup sebatang kara sedang duduk santai makan siang

Nusaperdana.com, TEMBILAHAN – Media Nusaperdana bersama Ikatan Wartawan Online (IWO) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) bersilaturahmi ke rumah kakek Alkamah yang kurang lebih berusia 74 tahun di Jalan Abdul Manaf, Tembilahan, Sabtu (7/12/2019) sore.

Ketika kami sudah sampai di depan lorong kakak alkamah kami hendak memasuki lorong menuju rumah kakek tersebut terlihat lorong yang telah di genangi oleh air yang sedikit menghambat tim kami untuk sampai kerumahnya.



Tanpa berfikir lama kami pun memutuskan untuk terus berjalan melintasi genangan air tersebut untuk melihat kondisi dari kakak yang berusia 74 tahun tersebut.

Setelah kami melewati genangan itu kami pun melihat gubuk kecil yang tidak layak huni di samping kanan lorong tersebut ternyata itulah tempat tinggal dari kakak alkamah.

Tim IWO Inhil bersilaturrahmi ke kediaman Alkamah

Terlihat genangan air juga masuk ke gubuk yang telah di tinggali kakak itu alangkah sedih hati kami melihat kakek yang berusia 74 tahun itu tinggal di tempat yang seperti itu.

Kami pun semakin mendekati gubuk itu terlihat kakek alkamah yang duduk di kursih yang lapuk di dalam rumahnya sambil memakan nasi yang diberikan oleh kerabatnya.

kakak itu pun menatap kami sambil kebingungan, karena tampak mimik ingin menyambut tamu, ia pun menghentikan makannya. Kami mengucapkan salam dan masuk ke kediamannya.

"Assalamualaikum cik" sebut Ketua IWO

Kakek itu hanya terdiam sambil melihat ke arah kami, kami pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumahnya.



Saat kami masuk, situasi begitu memprihatinkan. Bagaimana tidak, tempat yang dijadikan rumah kakek paruh baya ini tidaklah seperti rumah pada umumnya. Di sana, aroma menyengat indra penciuman begitu terasa, kurang enak untuk dinikmati.

Namun, kakek itu tampak biasa saja. Kondisi gubuk yang tak layak huni serta iringan genangan air pasang itu tetap dinikmati sang kakek. Kami menilai, mungkin karena sang kakek sudah terbiasa.

Kami pun mencoba untuk berbincang bincang ringan dengan sang kakek.

Beberapa pertanyaan kami utarakan, kakek itu pun menjawab dengan nada sangat pelan.

Setelah di tanyakan berkali kali barulah kami bisa mendapatkan informasi bahwa kakek itu bernama Alkamah dan ia mengaku bahwa ia sudah tinggal di gubuknya dari Zaman belanda, ia adalah orang pertama yang tinggal di daerah itu, ia sudah lama bercerai dari istrinya, dan hampir semua keluarganya meninggal dunia.

Setelah tim kami mendapatkan informasi yang cukup dari kakek tersebut kami pun pamit dan bersalaman dengan kakek itu, terlihat kebahagiaan mimik muka kakek itu karna kami telah berkunjung ke gubuknya.

Tak puas kami untuk mencari informasi kami pun melanjutkan dengan bertanya dengan krabat jauhnya tentang kondiri yang kami lihat dari gubuk kakek tersebut.

"Berapa lawas dah ninik ni tinggal di sini," Ucap Ketua IWO menyesuaikan suku Alkamah, Suku Banjar.

"Orang ni sudah seumuran di sini dasar urang asal ni minyak ni,"jawabnya

"Mohon maaf abang ni keluarganya leh" sebut Ketua IWO.

"Amun di sambat keluarga kadak tahu juak leh mungkin ada juak sangkut keluarga tapi jauh," jawabnya.

"Amun hagan makan sidin ni biasanya dapat dari mana," tanya ketua IWO kembali

"Sidin ni kadang kadang nukar kadang kadang urang ai membagi i," jawabnya.

Setelah kami rasa sudah banyak pertanyaan yang telah kami tanyakan dan akhirnya kami pun memutuskan untuk kembali ke beskem karna melihat waktu yang sudah mulai sore.

"Hari senin lah mungkin kita akan kembali bersilaturahmi lagi kerumah beliau," sebut ketua IWO kepada tim. (Safar)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar