Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Indonesia-Australia Perjuangkan Nilai Demokrasi, HAM, Toleransi dan Kemajemukan


Nusaperdana.com, Australia - Tahun 2050, satu abad umur kemitraan Indonesia-Australia adalah momen krusial. Pada tahun 2050, kedua negara akan bertransformasi menjadi pemain besar di kawasan dan dunia.

Pernyataan ini disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya selama 16 menit di Parlemen Australia, Canberra, pada Senin, 10 Februari 2020.

Bahkan dalam sebuah riset yang dilakukan oleh Pricewaterhouse Coopers, pada tahun 2050 Indonesia diprediksi akan menjadi ekonomi terbesar ke-4 dengan PDB sekitar USD 10,5 Triliun.

“Indonesia juga akan menjadi negara emerging market dengan jumlah kelas menengah terbesar ketiga di dunia,” kata Presiden.
 
Namun di lain sisi, tahun 2050 dunia diprediksi semakin dipenuhi ketidakpastian. Jika tren saat ini berlanjut, maka dunia pada 3 dekade mendatang akan semakin terdisrupsi.
 
Terkait hal tersebut, Kepala Negara mengusulkan beberapa agenda prioritas menyongsong satu abad kemitraan Indonesia dan Australia. Pertama, Indonesia dan Australia harus bersama-sama terus memperjuangkan nilai demokrasi, hak asasi manusia, toleransi, dan kemajemukan.

"Setop intoleransi, setop xenofobia, setop radikalisme, dan setop terorisme. Terus kikis politik identitas di negara kita, di berbagai belahan dunia, baik itu atas dasar agama, etnisitas, maupun identitas askriptif lainnya," tuturnya.

Politik identitas merupakan ancaman terhadap kualitas demokrasi, kemajemukan, dan toleransi. Presiden mengatakan bahwa ancaman tersebut menjadi semakin nyata apabila terus dieksploitasi demi kepentingan politik jangka pendek yang mengakibatkan kebencian, ketakutan, dan konflik sosial.

Menurutnya, sebagai dua negara yang demokratis dan majemuk, Indonesia dan Australia harus bekerja keras bahu-membahu dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, toleransi, kemajemukan, dan mencegah dunia dari ancaman benturan peradaban.

Selain itu, Indonesia dan Australia juga harus memperkuat prinsip ekonomi terbuka, bebas, dan adil. Di tengah maraknya proteksionisme, Presiden mengajak seluruh pihak untuk terus menyuarakan keterbukaan dan keadilan ekonomi. Presiden percaya bahwa sistem ekonomi terbuka dan adil akan menguntungkan semua pihak.

"Itu mengapa saya menyambut baik kesepakatan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA). Kolaborasi menjadi kata kunci. Kolaborasi akan menciptakan peluang, mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi baru, dan menemukan solusi bagi tantangan ekonomi global," ujarnya.

Adapun usulan agenda prioritas ketiga bagi kedua negara ialah menjadi jangkar mitra pembangunan di kawasan Pasifik. Presiden mengatakan, sebagai sesama negara kepulauan, tantangan yang dihadapi Indonesia dan negara kawasan Pasifik tidaklah jauh berbeda. Perubahan iklim, bencana alam, serta pemerataan sosial, pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sumber daya manusia adalah tantangan nyata yang dihadapi negara-negara di kawasan Pasifik.

"Indonesia dan Australia harus menjadi teman sejati bagi negara-negara di kawasan Pasifik. Berkolaborasi sebagai mitra pembangunan, mengatasi dampak perubahan iklim, memperkecil tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial, dan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan Pasifik," ucap Presiden.

Terakhir, Kepala Negara mengajak Australia untuk bersama dengan Indonesia bahu-membahu menjaga pelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan. Reboisasi hutan dan daerah hulu sungai, mencegah kebakaran hutan dan lahan, komitmen untuk menurunkan emisi karbon, serta pengembangan energi terbarukan menjadi fokus agenda tersebut.

"Rencana Indonesia untuk membangun ibu kota baru adalah salah satu bagian dari komitmen ini. Smart city, smart metropolis, green technology yang berharmoni dengan lingkungan alam, dan sekaligus sebagai bagian dari upaya transformasi ekonomi berbasis inovasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi," tandasnya.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar