Sejarah Remdesivir: Gagal Jadi Obat Hepatitis, Kini Dipakai Lawan Corona

Sumber Foto: Detik.com

Nusaperdana.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) memberikan izin resmi penggunaan obat remdesivir sebagai terapi pasien Corona COVID-19. Hal ini dilakukan karena hasil studi awal menunjukkan efek yang positif dan situasinya dianggap darurat.

Remdesivir sendiri adalah obat eksperimental dari perusahaan farmasi Gilead. Eksperimental artinya obat masih dalam tahap pengembangan sehingga belum bisa dipakai secara luas.

Artikel yang dipublikasi oleh American Chemical Society menjelaskan remdesivir pertama kali dikembangkan Gilead bekerja sama dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) dan Institut Riset Medis Penyakit Menular Militer Amerika Serikat.

Pada tahun 2009 remdesivir diuji untuk menyembuhkan penyakit hepatitis C, namun hasilnya tidak memuaskan. Remdesivir mendapat kesempatan berikutnya ketika diuji sebagai terapi untuk pasien saat wabah virus Ebola di tahun 2014.

"Hanya saja, analisis di pertengahan studi menunjukkan remdesivir kalah efektif dibandingkan terapi berbasis antibodi MAb114 dan REGN-EB3. Mempertimbangkan tingkat kematian penyakit ini, intervensi remdesivir dihentikan," tulis para peneliti dari National Institute of Health dan dikutip pada Jumat (8/5/2020).

Meski hasil uji klinis sebelumnya tak sesuai dengan yang diharapkan, tes laboratorium menunjukkan remdesivir bisa melawan virus Corona seperti severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East respiratory syndrome (MERS). Atas dasar itu penelitian remdesivir kembali dilanjutkan untuk virus Corona COVID-19.

Kini selain Amerika Serikat, Jepang juga dikabarkan tengah berusaha mengeluarkan izin dan menggunakan remdesivir untuk mengobati pasien virus Corona.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar