Sekolah Jual LKS, Ketua Komisi II DPRD Kampar Ingatkan Soal Surat Edaran Dinas Pendidikan dan PP

Sekolah Jual LKS, Ketua Komisi II DPRD Kampar Ingatkan Soal Surat Edaran Dinas Pendidikan dan PP

Nusaperdana.com, Bangkinang - Penjualan buku Lembar Kegiatan Siswa (LKS) oleh sekolah pada para siswanya kembali dikeluhkan oleh wali murid. Kali ini terjadi di SMP Negeri 1 Bangkinang yang berada di Kelurahan Pulau.

H, salah seorang wali murid merasa keberatan membayar tagihan buku LKS anaknya sebesar Rp110 ribu dengan total paket buku sebanyak 11 buku. Sedangkan dia mengaku mempunyai dua orang anak yang bersekolah di SMPN 1 Bangkinang. Artinya dalam 1 semester Ia harus membayar sebesar Rp220 ribu. Bagi dirinya yang hanya bekerja sebagai petani karet uang sebanyak itu lumayan besar.

"Intinya saya merasa terbebani. Apalagi di masa pandemi semua orang susah. Apalagi mayoritas wali murid adalah petani," ucap H, Senin, 7 Maret 2022.

Waktu rapat bersama Komite dan wali murid, sebenarnya H mengaku sudah tidak setuju. Namun, karena banyak yang setuju ia pun kemudian terpaksa menyetujui.

"Kalau soal keputusan di waktu rapat bersama ketua komite dan pihak sekolah soal pembayaran LKS saya tidak setuju. Tapi harus gimana lagi karena orang banyak pada setuju terpaksa kita iya kan aja," ungkapnya.

Kepala Sekolah SMPN 1 Bangkinang, Hendra Yati mengatakan penjualan buku LKS merupakan kesepakatan pihak komite sekolah bersama para wali murid.

Dia pun membantah, bagi murid yang tak melunasi tagihan LKS tidak diperkenankan mengikuti ujian.

"Tidak benar (kalau tak melunasi LKS tak boleh ikut ujian)," ujar Hendra Yati.

Ia pun berjanji akan mengkonfirmasi ke wali kelas apakah ada melontarkan ucapan ke murid bagi yang tak melunasi tagihan buku LKS tidak akan diperbolehkan mengikuti ujian.

Soal penjualan LKS yang membebani wali murid ini, pihak Dinas Pendidikan dan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kampar sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang melarang sekolah menjual LKS.

Surat itu dikeluarkan oleh dinas pada 9 Agustus 2021 lalu. Salah satu alasan pelarangan penjualan LKS ini lantaran buku tersebut tidak masuk buku resmi pemerintah sehingga dinas tidak memberikan izin.

Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ((DPRD) Kabupaten Kampar, Zumrotun menanggapi soal sekolah yang menjual buku LKS ke murid-murid ini.

Zumrotun mengatakan, Komisi II akan  menelusuri seperti apa sebenarnya yang terjadi di lapangan.

"Inilah yang perlu ditelusuri masalah yang sebenarnya. Mestinya ketika dinas sudah mengeluarkan surat edaran dan dalam Peraturan Pemerintah (PP) juga jelas aturannya sekolah tidak diperkenankan jual beli hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar," ucap politisi Partai Gerindra ini, kepada wartawan, Selasa 8 Maret 2022.

Zumrotun meminta Dinas Pendidikan memberikan pembinaan kepada sekolah tersebut.

"Maka dengan adanya masalah tersebut kami akan minta kepada dinas untuk memberikan pembinaan kepada sekolah-sekolah agar taat pada aturan dan mencarikan solusi yang terbaik bagaimana caranya agar anak-anak bisa tetap belajar tanpa harus membeli LKS," imbuhnya.

"Ya wajar saja jika ada orang tua yg keberatan sebab kemampuan masing-masing wali murid tidak sama. Apalagi kondisi saat ini ekonomi semakin sulit. Ditambah lagi orang tuanya yang hanya menggantungkan hidup dari berkebun sementara musim penghujan mereka tidak bisa nyadap karet. Ini juga menjadikan sebab mereka berat untuk membayar," sambung dia.

Untuk itu, Zumrotun meminta sekolah lebih bijaksana membuat kebijakan agar tidak ada orang tua murid yang merasa terbebani.

"Saya minta pihak sekolah agar bersikap bijaksana dalam mengambil kebijakan," ungkapnya.

Zumrotun mengakui, banyak dari orang tua murid justru yang ingin anak-anak mereka membeli buku LKS untuk bahan belajar anak-anak di rumah. Mengingat saat ini anak-anak banyak mengikuti pembelajaran daring.

"Memang ada orang tua murid yang ingin membeli LKS tersebut untuk memudahkan anak-anak mereka belajar. Apalagi proses belajar yang masih melalui daring. Tentu mereka ingin memiliki media belajar yang menurut mereka mudah dipahami oleh siswa," katanya.

Atas persoalan yang terjadi ini, Zumrotun belum bisa memberikan kesimpulan apapun. Menurut dia, hal ini harus didalami terlebih dahulu. Ia pun mengatakan, Komisi II berencana akan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak-pihak terkait yang bertujuan untuk mencari solusi bagi persoalan tersebut.

"Maka yang paling penting itu bukan men-judge (memvonis) pihak sekolah melainkan solusi yang harus diberikan supaya proses belajar mengajar tetap berjalan dan mengikuti standar mutu," tutup Zumrotun.(Rls)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar