Soal Penyelesaian Sengketa Lahan 2.500 di Koto Garo Tapung Hilir, KLHK akan Turun ke Kampar

Soal Penyelesaian Sengketa Lahan 2.500 di Koto Garo Tapung Hilir, KLHK akan Turun ke Kampar

Nusaperdana.com, Jakarta- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia dalam waktu dekat akan turun ke Riau untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara masyarakat dan pihak pengusaha kebun kelapa sawit yang berada di wilayah Desa Koto Garo, Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar.

"Dalam waktu dekat (turun Riau) setelah program sosialisasi yang akan dilakukan oleh KLHK beserta tim untuk bisa menindaklanjuti arah kebijakan yang tadi sudah dirumuskan," ujar Sekretaris Jendral Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, Selasa (5/12/2023) di Jakarta.

Bambang juga menegaskan, kepada siapapun yang ingin berkebun agar melengkapi perizinan baik di luar di kawasan hutan apalagi di dalam kawasan hutan.

"Kepada mereka yang bekerja (berusaha) di kawasan hutan (harus) secara sah, legal dan punya akses legal perizinan," ungkap Bambang.

Bahkan, Bambang tidak menutup kemungkinan pihak-pihak yang berusaha di kawasan hutan bisa diberi sanksi pidana.

"Kalau pemidanaan memang yang dilakukan secara tidak aturan dan punya aspek legal pada saat sekarang ini kan masih tetap diarahkan ke sana," imbuh Bambang.

Persoalan kisruh lahan 2.500 hektar di Koto Garo Tapung Hilir sudah bergulir hampir setahun ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh masyarakat suku Sakai Desa Rantau Bertuah dan masyarakat Desa kota Garo dan lain lain nya. Bahkan teranyar, warga berdemo dengan aksi jahit mulut di depan kantor Gubernur Riau.

Ratusan masyarakat yang mengaku berasal dari Rantau Bertuah, Desa Koto Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar melakukan demonstrasi dengan aksi jahit mulut untuk mendesak pihak-pihak berwenang untuk mengembalikan lahan tersebut kepada penguasaan warga.

Menurut aktivis yang tergabung dalam aliansi Gerakan Lawan Mafia Tanah (Gerlamata) Riau, cara ini dilakukan bertujuan untuk mendesak Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo untuk segera turun tangan menyelesaikan konflik agraria yang mereka hadapi saat ini. Sebab, kata Sekjen Gerlamata, Muhammad Sanusi, fenomena mafia tanah di lahan seluas 2.500 hektar di Koto Garo Kabupaten Kampar, Provinsi Riau sangat membuat masyarakat suku Sakai menderita.

"Di hari pertama ini ada 32 orang relawan yang melakukan jahit mulut. Kami akan bertahan dan menginap di samping kantor Kantor Gubernur Riau. Teknisnya aksinya bahwa setiap harinya Gerlamata akan menambah 50 relawan untuk melakukan aksi jahit mulut itu hingga ada tanggapan dari Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo," kata Muhammad Sanusi.

Sebut dia, apa yang Gerlamata upayakan saat ini semata-mata merupakan hak asasi masyarakat suku asli Suku Sakai Rantau Bertuah dan Masyarakat Desa Kota Garo sebagai orang asli Riau agar suaranya dapat didengar dan masalahnya dapat terselesaikan.

Dijelskan Sanusi, ada 4 tujuan aksi jahit mulut yang merek lakukan ini.

Pertama, jelas dia, aksi ini untuk menagih janji Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Siti Nurbaya selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI serta Hadi Tjahjanto selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI untuk segera menyelesaikan konflik-konflik pertanahan dan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kedua lanjut Sanusi, aksi ini untuk meminta kepada Presiden RI dan Menteri ATR/BPN RI, Menteri LHK RI dan Satgas Mafia Tanah/Satuan Tugas Tindak Pidana Pertanahan agar menangkap dan mengadili Mafia Tanah di areal 2.500 hektar di Desa Kota Garo, Kampar Provinsi Riau.

Ketiga jelas dia, meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk segera mengeluarkan tanah Suku Sakai seluas 2.500 hektar di Desa Koto Garo, Kampar Provinsi Riau dari kawasan hutan melalui Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH)/TORA dan segera menerbitkan SK pelepasan kawasan hutan pada areal 2.500 hektar di Desa Koto Garo tersebut.

Keempat, Gerlamata meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI mengeluarkan sertifikat komunal pada areal 2.500 hektar untuk Suku Sakai Desa Koto Garo.

Kelima, mereka meminta waktu Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo, Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk bertemu dengan perwakilan massa aksi Gerlamata untuk membahas finalisasi persoalan konflik pertanahan/kehutanan yang mereka suarakan selama ini, dengan mengedepankan kepentingan rakyat, agar rakyat memiliki kepastian hukum dan juga keadilan.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar